METODOLOGI
PENELITIAN KUALITATIF
(RITUAL
KELILING AREA MAKAM GUNUNG KAWI)
DISUSUN
OLEH
ZUHUD
RENDRA MAULANA
105120307111047
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inilah
kawasan Gunung Kawi, terletak di ketinggian 500 sampai dengan 3000 meter di
atas permukaan laut. Persisnya berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang
Jawa Timur. Dulu daerah ini disebut Ngajum. Namanya berubah menjadi Wonosari
karena di tempat ini terdapat obyek wisata spiritual, berupa makam Eyang Raden
Mas Kyai Zakaria alias Mbah Jugo (wafat
22 Januari 1871), dan Raden Mas Imam Sujono, alias Mbah Sujo (wafat 8 Februari 1876). Mbah Djoego ini buyut dari Susuhanan
Pakubuwono I (yang memerintah Kraton Kertosuro 1705-1717). Adapun RM Imam
Soedjono buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (memerintah Kraton Jogjakarta pada
1755-1892).
"Gunung tidak perlu tinggi asal ada dewanya". Pepatah populer di kalangan Tionghoa ini bisa menjelaskan kenapa Gunung
Kawi di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sangat
populer. Kawi bukan gunung tinggi, hanya sekitar 2.000 meter, juga tidak indah.
Tapi gunung ini menjadi objek wisata utama masyarakat Tionghoa.
Tiap hari ratusan orang Tionghoa (dan warga lain) naik ke Gunung Kawi.
Masa liburan plus cuti bersama Lebaran ini sangat ramai. Karena terkait dengan
kepercayaan Jawa, Kejawen, maka kunjungan biasanya dikaitkan dengan hari-hari
pasaran Jawa yaitu Jumat Legi, Senin Pahing, Syuro, dan Tahun Baru.
Warga Jawa Timur kerap mencitrakan Gunung
Kawi sebagai tempat pesugihan. Tapi, bagi kalangan kejawen, penggiat budaya
Jawa, Gunung Kawi lebih dilihat sebagai tempat pelestarian budaya Jawa. Banyak
ritual kejawen diadakan di sini secara teratur dan diikuti aktivis budaya Jawa
di seluruh Pulau Jawa.
Di gunung Kawi, terdapat banyak sekali ritual
yang begitu sacral, yang setiap orang sangat khusyuk untuk melakukannya.
Sebagai contoh seperti ziarah ke makam Mbah
Djoego dan Mbah Sujo. Para peziarah di wajibkan untuk membawa
sesajen untuk masuk ke makam, selain itu para peziarah harus rela berdesakan
untuk masuk ke sesarean makam. Ada juga ritual untuk keliling area makam, yang
menganjurkan untuk keliling makam sebanyak 7 kali atau 12 kali sambil berdoa
dan bersholawat.
Berkunjung ke kawasan Gunung Kawi, suasana
magisnya sangat terasa. Bau asap dupa tercium di mana-mana. Kawasan ini dikenal
sebagai tempat pesugihan. Pengabdian dan kegiatan mereka kemudian tersebar ke
wilayah Malang dan Blitar. Banyak penduduk yang menjadi murid padepokan. Hingga
saat ini banyak keturunan, murid padepokan, pengikut dan peziarah yang
memperingati jasa mereka.
Upacara peringatan dilakukan setiap malam jum’at legi dan setiap tanggal
satu bulan Muharram (Syuro). Ritual dipimpin oleh juru kunci atau kuncen makam.
Kuncen makam harus berasal dari keturunan Eyang Jugo atau Eyang Sujo.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu :
1.
Mengapa ada
ritual yang sacral di Gunung Kawi?
2.
Bagaimana ritual
berkeliling area makam di Gunung Kawi?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui asal usul ritual di Gunung Kawi
2.
Mengetahui
ritual untuk berkeliling area makam di Gunung Kawi
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Ritual
Ritual adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan
suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan
dalam ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan
secara sembarangan.
Menurut Bustanuddin (2006), ritual adalah
kata sifat (adjective) dari rites dan juga ada yang merupakan kata
benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang dihubungkan atau
disangkutkan dengan upacara keagamaan. Kepercayaan kepada kesakralan sesuatu
yang menuntut ia diperlukan secara khusus. Maksudnya adalah ada suatu tata cara
perlakuan terhadap sesuatu yang disakralkan. Dalam agama, upacara ritual atau ritus itu biasa dikenal dengan ibadat,
kebaktian, berdoa, atau sembahyang. Setiap agama mengajarkan berbagai macam
ibadat, doa, dan bacaan-bacaan pada momen tertentu.
Pengertian ritual menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Tim Penyusun, 2001 : 959) adalah hal ihwal ritus atau tata cara dalam upacara keagamaan.
Upacara ritual atau ceremony adalah sistem atau rangkaian tindakan yang ditata
oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan
berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1990 : 190)
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal
dengan istilah ritus. Ritus dilakukan ada yang mendapatkan berkah atau rezeki
yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sacral ketika akan turun ke
sawah, ada untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan dating. Ritus
berhubungan dengan kekuatan supernatural dan kesakralan tertentu. Irtual sama
dengan ibadah dalam arti sempit. Sedangkan agama pada umumnya tidaklah mengatur
cara melaksanakan ritual saja. Ia juga memberikan aturan dan pedoman dalam
hubungan dengan sesame manusia dan dengan alam sekitar.
Ritual agama tentu memiliki ciri dan kekhasan
tersendiri dari agama yang lainnya. Bentuk ritual yang berbeda inipun dalam
perkembangannya memerlukan sikap dan nilai etika dalam hal menyikapi kekhasan
masing-masing ritual agama-agama. Menurut Haryatmoko, Masalah kekhasan suatu
agama tidak identik sama sekali dengan superioritasnya. Hendaknya tidak
mencampur adukkan masalah kebenaran dengan masalah superioritas. Permasalahan
utama ialah identitas khas (ritual) suatu agama, yang tetap menghormati
identitas religious yang lain.
Ada tata tertib tertentu harus dilakukan dan
ada pula larangan atau pantangan yang harus dihindari yakni taboo. Taboo atau pantangan adalah suatu pelarangan social yang kuat
terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh
suatu kelompok, budaya, atau masyarakat. Pelanggaran taboo biasanya tidak dapat diterima dan dianggap menyerang.
Beberapa tindakan atau kebiasaan yang bersifat taboo bahkan dapat dilarang secara hukum dan pelanggarannya dapat menyebabkan
pemberian sanksi keras. Taboo juga
dapat membuat malu, aib, dan perlakuan kasar dari sekitar. Taboo juga dipakaikan kepada pelanggaran yang sangat prinsipil
dalam ajaran suatu agama atau kepercayaan masyarakat seperti zina.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang
menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif. Pada penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, dengan metode observasi dan wawancara.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh data otentik jawaban dari
tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Peran peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai partisipan total. Yang dimaksud dengan partisipan total adalah
peneliti terjun langsung dalam penelitian, peneliti juga ikut melakukan
aktivitas-aktivitas yang dilakukan subjek supaya keberadaan peneliti tidak
diketahui oleh subjek.
B.
Fokus Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti ingin fokus
meneliti dan ingin mengetahui tentang bagaimana ritual untuk berkeliling area
makam di sekitar pesarean.
C.
Subjek penelitian
Teknik pengambilan subjek dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan teknik sampel kasus tipikal, yang mana unit yang
dipilih jadi subjek adalah berdasarkan fenomena tertentu. Sebelum melaksanakan
penelitian, terlebih dahulu peneliti membuat karakteristik subjek yang akan
diteliti. Karakteristik subjek pada penelitian ini ialah orang yang sedang
melakukan ritual-ritual (berdoa depan makam, berkeliling makam).
Subjek yang diambil peneliti dalam penelitian
ini adalah bapak berusia sekitar 35 tahun sampai 45 tahun, sebanyak 1 orang.
Peneliti mengambil subjek tersebut, karena subjek yang dipilih cocok dengan
karakteristik subjek yang telah dibuat sebelumnya.
D.
Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih
kawasan pesarean gunung Kawi sebagai lokasi penelitian. Dengan landasan, di
kawasan pesarean pengunjung melakukan ritual-ritual yang sesuai dengan rumusan
masalah pada penelitian ini.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik yang diambil
adalah :
1.
Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung
dengan menggunakan panca indera terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dalam
pelaksanaan observasi dapat dilakukan secara langsung peneliti ikut
berpartisipasi dalam kegiatan dan dapat juga tidak ikut dalam kegiatan yang
sedang diteliti. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti mempergunakan teknik
observasi, dengan maksud untuk dapat mengamati lebih seksama unsur-unsur yang
diteliti.
2.
Wawancara
Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif,
melalui wawancara dapat dilakukan kegiatan percakapan langsung dengan
responden. Terdapat 3 macam teknik dalam wawancara, yakni wawancara
terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. (1) Wawancara terstruktur,
teknik ini digunakan untuk mendapatkan data apabila peneliti telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh; (2) Wawancara
semiterstruktur, pemakaian teknik ini dimaksudkan untuk membuka permasalahan
yang lebih luas sehingga diharapkan gagasan dan ide dari para responden/
informan tentang permasalahan tersebut; (3) Wawancara tidak berstruktur, ada
dua jenis wawancara tidak berstruktur, yaitu wawancara yang berfokus dan wawancara
bebas. Wawancara berfokus terpusat kepada satu pokok masalah tertentu,
sedangkan wawancara bebas pertanyaan yang beralih-alih dari satu pokok masalah
ke pokok yang lain, sepanjang berkaitan dengan dan menjelaskan aspek-aspek
masalah yang diteliti.
Dalam penelitian
ini, peneliti hanya menggunakan 1 macam teknik wawancara, yakni wawancara tidak
terstruktur. Wawancara tidak terstruktur dilakukan peneliti melalui kegiatan
wawancara dengan subjek agar wawancara berkesan fleksible, tidak stug, dan berkesan nyantai.
F.
Teknik Pendekatan
Teknik pendekatan yang dilakukan oleh
peneliti adalah dengan menggunakan fenomenologi. Penelitian fenomenologi
mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang
didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini
dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai
atau memahami fenomena yang dikaji.
G.
Teknik Analisa Data
Analisa yang dimaksud adalah upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang persoalan yang
diteliti.
Teknik analisa data yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah metode coding. Terdapat 3 model coding
yang digunakan dalam penelitian. Diantaranya adalah :
1.
Open Coding
Open
coding merupakan
proses untuk mengurai, menelaah, mengartikan data, membandingkan,
mengkategorisasikan data-data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.
2. Axial
Coding
Axial
coding merupakan
prosedur yang diarahkan untuk melihat keterkaitan antara kategori-kategori yang
dihasilkan melalui open coding.
Dalam axial coding terdapat beberapa kondisi yang dapat digunakan untuk
melihat saling keterkaitan itu:
·
Fenomena
utama (central phenomenon)
·
Kondisi
yang menjadi penyebab (causal conditions)
·
Konsekuensi
atau hasil dari suatu aksi atau interaksi (consequences)
·
Aksi
atau interaksi atau strategi untuk merespon atau menangani satu fenomena (strategies)
·
Konteks
atau situasi tertentu tempat atau yg mempengaruhi terjadinya aksi, interaksi,
atau strategi (context)
·
Intervening
conditions atau structural
conditions yg mem-fasilitasi atau menghambat dikembangkan suatu strategi
tertentu
3. Selective
Coding
Selective
coding merupakan satu
proses rekonseptualisasi kategori pokok dalam satu cerita atau narasi. Narasi
ini diarahkan untuk menggambarkan dan menjelaskan dinamika fenomena utama yang
menjadi fokus penelitian dalam satu bentuk yang integratif.
H. Keabsahan
Data
Dalam penelitian kualitatif, keabsahan
data merupakan usaha untuk meningkatkan kepercayaan data. Uji keabsahan data
dalam penelitian ini menggunakan validitas dan reabilitas, karena hal tersebut
adalah syarat utama yang menjadi penilaian ilmiah sebuah penelitian.
Dalam validitas terdapat beberapa jenis
validasi, yaitu :
1.
Reflective Validity
Validitas ini mengandung maksud agar
aspek/variabel terukur hendaknya dapat merefleksikan variabel yang sebenarnya
hendak diukur.
2. Ironic
Validity
Proses ini, peneliti mengkatagorikan
keadaan-keadaan di lapangan yang dapat menguatkan central phenomenon.
3.
Neo-pragmatic
Validity
Validitas ini adalah kebenaran ilmu
yang diperoleh berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir penelitian si
peneliti, yang pada dasarnya mengutamakan kritik terhadap berbagai macam masalah yang
dihadapi.
4.
Rhizomatic
Validity
Validitas ini mencoba untuk memberi
gambaran bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi secara linear, namun dengan
perhatian yang tinggi, setiap peristiwa itu dapat dipahami dan diungkap banyak
cerita sebagai kebenaran yang sahih.
5.
Situated
Validity
Sedangkan validitas ini memberikan
contoh kebenaran validitas feminist
dalam situasi dominasi pengaruh pria. Dimana wanita ingin mengekspresikan
perilakunya, tampilannya, emosinya, sifat keibuannya secara beragam.
Sama halnya dengan validitas, reabilitas
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini juga terdapat beberapa jenis,
yakni:
6.
Quixotic
Reliability
Reliabilitas ini berdasarkan kondisi di
lapangan. Penggunaan satu macam metode (observasi) yang secara teratur
dilakukan di lapangan akhirnya akan meng-hasilkan satu ukuran yang tidak
berubah. Kelemahan reliabilitas ini adalah sangat tergantung pada kualitas
pengelolaan data peneliti.
7.
Diachronic
Reliability
Reliabilitas ini menekankan pada persamaan kegiatan pengukuran (temuan) yang
selalu berbeda di setiap waktu. Karenanya data/informasi akan mengalir sesuai
dengan konteks kesejarahannya. Dari sanalah dapat dipahami adanya keragaman
& persamaan.
8.
Synchronic
Reliability
Reliabilitas ini mengacu pada
kesesuaian data/informasi di setiap kegiatan pengumpulan data. Dalam mengamati
perilaku manusia seringkali didapati adanya persamaan sikap, motif &
perilaku.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pesarean Gunung Kawi ini dikelola oleh sebuah
Yayasan yang didirikan oleh Ahli Waris Alm. Eyang RM. Iman Soedjono dengan nama
Yayasan Pengelola Pesarean Gunung Kawi “NGESTI GONDO“.
Yayasan ini berdomisili di Desa Wonosari Kec.
Wonosari Kab. Dati II Malang. Yayasan ini tidak mempunyai cabang maupun
perwakilan. Adapun lokasi makam Eyang Djoego dan Eyang RM. Iman Soedjono yang
sering disebut Twa Law She dan Djie Law She Gunung Kawi itu hanyalah disini
tidak ditempat lain. Tegasnya Pesarean Gunung Kawi itu Tunggal. Tidak mempunyai
cabang atau perwakilan baik dikota Jakarta, Surabaya maupun dikota lain. Sebab
makam itu sakral, dan makam itu bukan merupakan PT atau CV yang memungkinkan
mendirikan atau mempunyai cabang dan perwakilan. Yayasan inipun tidak
menugaskan seseorang atau badan untuk mengatas-namakan Yayasan guna mencari
atau menghimpun dana ketempat lain.
Di dalam berkeliling area makam, ada 4 pintu
makam yang setiap pintu makam tersebut ada saudara (ghaib) yang setiap pintunya
mewakili saudara (ghaib) kita yang memiliki karakter yang berbeda-beda.
Menurut Bustanuddin (2006), ritual adalah kata
sifat (adjective) dari rites dan juga ada yang merupakan kata
benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang dihubungkan atau
disangkutkan dengan upacara keagamaan. Kepercayaan kepada kesakralan sesuatu
yang menuntut ia diperlukan secara khusus. Maksudnya adalah ada suatu tata cara
perlakuan terhadap sesuatu yang disakralkan. Dalam agama, upacara ritual atau ritus itu biasa dikenal dengan ibadat,
kebaktian, berdoa, atau sembahyang. Setiap agama mengajarkan berbagai macam
ibadat, doa, dan bacaan-bacaan pada momen tertentu.
Dilihat dari teori di atas dan dihubungkan
dengan rumusan masalah penelitian maka pengunjung yang berkeliling makam itu
ada aturannya sendiri. Yang dimana setiap pengunjung dianjurkan untuk
berkeliling area makam sebanyak 7 kali atau 12 kali atau semampunya saja (lebih
afdal kalau berkeliling sebanyak angka ganjil). Karena hal tersebut sudah
menjadi aturan ritual di sana, sudah menjadi budaya yang harus ditaati agar
tidak menyalahi aturan yang sudah menjadi hal yang sacral.
Hal yang sudah ada di Kawi itu sudah
membudaya yang harus di taati oleh setiap pengunjung yang mau berdoa atau
berkeliling area makam. Ada perlakuan yang khusus untuk melakukan ritual
tersebut tidak sembarangan yang melakukan secara suka-suka kita.
Semua hal itu ada tata caranya untuk
melakukannya. Sebagai contoh dalam hal keliling area makam. Dari apa yang
dilakukan ketika berkeliling area makam sampai apa yang harus dibaca ketika
berkeliling makam dan ketika berada di pintu-pintu makam. Dan apa yang harus
tidak boleh dilakukan (pantangan) ketika berkeliling makam, semuanya itu sudah
ditentukan. Dan kita sebagai pengunjung harus melaksanakan tata cara tersebut
karena hal tesebut sudah menjadi hal yang di sakralkan dan bila hal tersebut
dilanggar maka akan mendapatkan sanksi keras.
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam melakukan ritual keliling area
makam, tentunya kita harus menaati aturan yang sudah menjadi budaya di sana.
Karena hal tersebut akan mencerminkan perlakuan khusus terhadap apa yang sudah
menjadi hal sacral. Tentunya jika menaati
aturan yang berlaku di sana, maka niscaya akan mendaptkan berkah yang
diyakini benar dan akan mendaptkan sanksi berat jika kkita melakukan
pantangan-pantangan yang ada di sana.
Intinya dalam berritual keagamaan, kita
harus menaati aturan yang berlaku, ada tata cara khusus untuk melakukan ritual
keagamaan. Dan tidak boleh bertindak seenaknya sendiri sesuiai kemauan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00345-JP%20Bab%202.pdf
majalah.tempointeraktif.com/.../mbm.20050411.LYR109971.id.html
aliefel-kendariy.blogspot.com/2012/01/kajian-ritual-community.html